dengan sedikit proses editing tentunya...enjoy!
---------------------------------------------
Nayla menatap kalender harian yang menempel di dinding kamarnya. Kalender merupakan hal pertama yang dia dia lihat setiap paginya. Maka dari itu, Nay – panggilan akrabnya – pasti lebih dahulu ingat hari itu tanggal berapa, ulang tahun siapa, ada kejadian penting lainnya apa; ketimbang dengan dia harus memulai harinya dengan mengucap syukur kepada DIA yang masih mengijinkannya menikmati satu hari lagi.
Uh, seminggu lagi Valentine nih. Pacar ga punya. Tapi aku mau bikin sesuatu yang spesial. Toh aku punya teman-teman yang single juga. Hm…apa yah?
Nay berkutat sendiri dengan pikirannya dengan tentang hari kasih sayang itu. Nampaknya dia lebih suka memilih topik itu untuk dia lamunkan di pagi hari daripada memikirkan kuis yang akan diberikan oleh dosen Consumer Behavior-nya nanti siang. Sambil asyik-asyik melakukan ritual lamunan paginya, Nay pun lupa bahwa dia harus segera siap-siap ke kampus.
“Nay!” Terdengar seruan mama dari luar kamar. Buyarlah sudah lamunan indah Nay. Lalu terdengar langkah kaki yang terburu-buru menaiki tangga menuju kamarnya. Tak lama kemudian, sosok mama sudah melotot ke arahnya.
Sebelum keluar dari kamar Nay, mama Nay juga punya ritual khusus kalau masuk kamar anak sulungnya ini.
“Ini ada debu!” Mama Nay mencolek atas meja belajar Nay. Lalu dia berjalan ke arah lemari baju. “Ini juga. Malah lebih tebal. Aduh…kamu ini…”
“Mama juga sibuk. Malah pulangnya lebih malam daripada kamu. Tapi kamar mama bersih. Kamunya aja yang malas,” kata mama.
“Baiklah, mama the best deh!” kata Nay.
Duh mama ini…
“Kalau mama masih ngomel-ngomel sama Nay, gimana Nay mau siap-siap? Khan milih bajunya aja butuh konsentrasi, Ma!” kata Nay.
“Dasar!” kata mama.
Mama Nay melangkah keluar kamar. Nay bernapas lega. Walaupun hampir tiap hari mendapati kejadian serupa, Nay masih saja malas memenuhi amanat mamanya.
Nay langsung membuka lemari pakaiannya, mencoba memutuskan untuk memakai baju apa ke kampus hari ini. Setelah beberapa saat menatap isi lemarinya, akhirnya Nay menarik sebuah long t-shirt pemberian Tantenya yang berwarna biru tua kehijau-hijauan. Setelah itu dia menarik laci untuk mengambil perlengkapan lain untuk dipakai hari ini. Lalu dia juga mengeluarkan jaket jeans-nya dan langsung dipaksa masuk ke dalam tasnya.
Nay menuruni tangga dengan tergesa-gesa sambil melirik kamar mandi.
Bagus deh lagi kosong...
Lalu dia melihat adiknya yang masih setengah mengantuk berjalan menuju kamar mandi.
“De! Aku dulu!” teriak Nay.
Duk duk duk…
Nay menuruni tangga kayunya.
“Nayla! Kamu mau bikin tangganya patah ya?” Mama berteriak dari dapur.
“Ampun, Ma!” kata Nay. Lalu dia langsung masuk ke kamar mandi dan menimbulkan suara keras ketika menutup pintu.
“Aduh anak ini!” Mama kembali bersuara.
Setelah setengah jam, barulah segala macam kegaduhan di rumah pagi ini sudah berakhir. Adik Nay sudah pergi ke sekolah dengan jemputan. Ayah Nay sedang bersiap-siap menyalakan mobil. Sementara Nay dan mamanya masih bersiap-siap di kamar masing-masing.
Nay berdiri di depan kaca, mencermati bayangannya yang terpantul di
“Berangkat!” seru papa ketika sambil lalu di depan kamar Nay.
“Sip!” Nay langsung menyambar tasnya, memasukkan handphone-nya, dan mengambil uang ongkos yang sudah dia siapkan semalam.
“Gendut, aku pergi dulu!” kata Nay sambil berjongkok di depan meja ruang tamunya.
“Anak ini, bukan mamanya yang dipamitin!” kata mama.
Lha mama, sama kura-kura aja kok sewot sih?
“Iya deh. Ma, Nay pergi dulu yah!” kata Nay sambil mencium pipi mamanya.
“Udah sikat gigi?” tanya mama. Nay nyengir tak berdaya. Lalu dia menggeleng. Mamanya sudah siap melancarkan omelan lagi.
“Tenang, Ma! Nay bawa sikat gigi, lengkap dengan odolnya,” kata Nay sambil mengeluarkan alat-alat itu dari dalam tasnya. “Sikat giginya di kampus aja. Sekarang masih bau susu.”
“Justru karena bau susu, Nay!” kata mama.
“Ga baik Ma, sikat gigi sebelum 15 menit makanan terakhir masuk ke dalam mulut kita. Bye, Ma!” kata Nay sambil melangkah keluar rumah. Menghampiri papanya yang sudah siap untuk berangkat.
Seperti biasa, Nay ikut papa sampai depan kompleks, sisanya dia naik angkot. Nay langsung ambil posisi nyaman di angkot yang tidak begitu penuh. Lalu dia memutuskan untuk melanjutkan lamunannya.
Hm…tadi aku ngelamun sampai di mana yah? Hm…oh ya, hari Valentine bikin apa yah buat temen-temen? Masa kasih coklat lagi? Bosen ah. Lagian males bungkus-bungkus kayak tahun lalu. Yang simple apa ya?
Dia langsung mencoret idenya untuk memberikan coklat lagi. Kali ini dia ingin membuat sesuatu yang homemade. Dan berhubung dia tidak bisa masak coklat, jadi jelly menjadi pilihan tepatnya.
Setelah membaca ulang tugasnya dan menge-print-nya, Nay langsung membongkar koleksi cetakan jelly.
Wah lumayan juga nih.
Wajahnya berseri-seri membayangkan Rino sedang menyicipi jelly buatannya yang berbentuk hati. Senyum kecil pun tidak dapat dia tahan.
“Hayo! Senyum-senyum di depan cetakan jelly.
“Enggak kok, Ma!” kata Nay. Nay lalu mengambil dua buah cetakan. “Aku pakai dua cetakan aja.”
“Bikinnya kapan? Sekarang? Udah malam begini?” kata mama.
“Ya enggaklah. Sekarang mau dicuci dulu. Besok pulang kuliah baru masak. Jadi pas dibawa masih fresh,” kata Nay.
Hari H-pun tiba. Nay sempat-sempatnya bermimpi mengenai Rino, sang gebetan sekaligus sahabatnya itu. Dalam mimpinya, Rino menerima jelly itu dengan perasaan senang dan wajah berseri-seri. Lalu dengan senyumnya yang memikat itu, dia memuji rasa jelly dan mengucapkan terima kasih.
“Nay! Bangun! Kamu mau telat lagi?” Terdengar suara mamanya.
“Huh?”
“Malah senyum-senyum lagi! Pasti lagi mimpi yah? Ya ampun anak ini, kapan sih bisa bersikap dewasa?” kata mama. Nay membuka matanya.
“Mama nih, ga bisa lihat anak bahagia!” kata Nay.
“Kalau kamu bahagianya bukan cuma mimpi, mama rela!” kata mama.
“Hehehe”
Akhirnya dengan sedikit terburu-buru, Nay membereskan jelly-nya ke dalam Tupperware lalu memasukkan ke dalam tasnya. Wajah Rino masih terbayang-bayang.
“Nay! Papa nanti telat nih!” seru papa.
“Eh, eh, iya, Pa!” kata Nay.
Tupperware dibuka saat makan siang. Untungnya jelly-nya tidak terlalu mencair karena ruang kelas Nay cukup dingin. Mereka sengaja mengatur supaya satu geng berkumpul. Cuma Randa yang tidak ikut, karena dia sudah janji dengan orang lain.
Ah, ga masalah. Yang penting Rino ikut!
“Wah, Nay kok bikinnya yang mengandung banyak lemak sih?” kata Vio. Dia memang berbadan sedikit gempal, tapi masih kelihatan bentuknya kok.
“Udahlah, makan aja. Jangan gengsi. Jelly-nya enak. Khusus aku bikin buat kalian,” kata Nay. “Cuma tahun ini aku bikin. Sekali seumur hidup lho!”
Terutama buat kamu, Rino! Aku bikinnya sepenuh hati sambil membayangkan senyum kamu.
Ternyata bujukan Nay ampuh juga. Walaupun mereka sudah sama-sama menghabiskan satu porsi ayam kremes, tapi tetap jelly buatan Nay laris manis. Kini potongan jelly itu tinggal satu. Bentuknya hati.
“Nih, ada yang mau lagi ga? Last piece!” kata Nay menawari teman-temannya. Yang cewek-cewek langsung menolak dengan alasan sudah cukup kenyang.
Akhirnya Rino yang mendapatkan kehormatan untuk menghabiskannya. Walaupun menerima keputusan itu, Rino membagi dua jelly hati itu.
“Nih, setengahnya lagi buat yang bikin,” kata Rino. Lalu dengan cueknya, dia menyodorkan setengah jelly ke hadapan Nay dan menghabiskan setengah potongnya lagi dalam satu suapan.
Nay mengambil potongan itu dengan hati yang bahagia. Dengan semangat, dia menyuapkan potongan terakhir yang dianggapnya menjadi potongan terbaik ke dalam mulutnya.
Tapi…
“Yah!” Nay berseru dengan kecewa. Jelly itu meluncur lepas dari tangan Nay sebelum menyentuh bibir Nay.
Hua! Ga jadi deh…makan jelly sepotong berdua sama Rino! Tega! Sebel!
Teman-temannya tertawa melihat kejadian itu. Nay tidak mau perasaannya ketauan, dia ikut tertawa, walaupun sebenarnya ingin sekali memakan jelly itu.
1 comments:
hehehe. cupi cupi cupi. mestinya si rino bagi lagi jellynya. jadi 1/4- 1/4 haha
Posting Komentar