Selasa, 27 November 2012

Malam Berganti Pagi


Sahabat, mari kita sambut pagi!
Di sanalah matahari berseri
Kepadanya kita berkeluh atas malam yang kita lewati
Kepadanyalah harap akan hari baru kita ikatkan
Rasakan kehangatan pagi memelukmu dalam suka
Dalam harap keindahan
Cukupkanlah larimu dalam mimpi
Sinar pagi telah menggodamu untuk menginjak dunia
Jika kita beruntung, kita melihatnya menggandeng pelangi
Tetapi bila tidak, secerah sinar hari menanti untuk kita resapi

Mentari di pagi hari selalu datang dengan sapaanmu
Kalian berlomba-lomba, siapa yang terlebih dahulu
Menggeser mimpi dan memberi harapan
Siapapun pemenangnya, aku selalu diingatkan
Dengan kuasa Tuhan yang tak pernah habis padaku
Bahwa Tuhan mencitrakan diri-Nya
Baik pada sang Mentari, pun pada seorang sahabat
Selamat pagi!

Ingin kutanya padamu
Lari ke mana saja kau dalam mimpi malam tadi?

Malam selalu membuatku bingung
Dia mencampur yang telah lalu dengan yang akan datang
Kadang menorah sesal, kadang menghias harapan
Tapi malam yang telah lalu,
Dia membiarkan aku sendiri
Menikmati lelap dalam naungan Sang Pujangga Malam
Kalau kau, ke mana mimpi membawamu melihat-lihat?

Sinar bintang yang kutemui semalam
Menemani malamku dalam kebisuan
Ia membantu menyelimutiku dengan sinar sang Bulan
Tentunya tak lupa ia menggodaku untuk menemaninya dalam malam
Tapi kepadanyalah kutitipkan salam pada mentari sebelum ku menemuinya

Lupakan malam sejenak
Pagi telah tiba
Cahayanya menggantikan ribuan cahaya bintang
Dan dia telah meminta sinar yang dipinjamkannya pada Bulan
Harapan apa yang kau bisikkan pada mentari pagi ini?

Hanya permintaan sederhana saja
Yang membutuhkan waktu aku untuk menyiapkannya
Aku ingin bahagia di hari ini
Cukup hari ini saja
Untuk esok biarlah aku memikirkannya sejenak
Karena hari esok tentu ada harapan yang menanti untuk disampaikan
Aku ingin meresapi dengan indah
Perjalananku hari ini

Aku hanya meminta sinarnya tak bersembunyi di balik awan hitam
Biarlah bayangnya membayangi langkahku
Aku tak mau sendiri hari ini
Terlalu banyakkah permintaanku pada matahari
Yang masih dini menyembul malu-malu?

Ah, dia sudah tak malu-malu lagi ditempatku
Dia sudah bercahaya begitu indahnya
Tak usah kuatir akan kesendirianmu
Karena paling tidak aku akan menemanimu
Dalam derap langkah harimu

Tentu saja kau selalu menemani hariku
Dengan hujan kata-kata yang mengusik nuraniku
Sama derasnya dengan hujan
Yang seringkali menggantikan mentari akhir-akhir ini
Maknanya begitu menyambar seperti kilat menyambar cakrawala
Membangunkan aku dari kebutaan mengenai hidup
Tapi di balik itu semua
Tidak ada satu katapun yang sama gelapnya
Dengan langit yang mengiring hujan dan petir

Senin, 26 November 2012

Berkabung dalam Harapan

Malam ini aku menjejerkan nisan harapan
Yang gugur dalam peperangan hati
Mati kelelahan karena tak sanggup bertahan

Makin hari makin kau gerus baikku
Tinggalkan aku dengan luka menganga
Yang mengalirkan nanah setiap kau menyakitiku

Bolehkah aku memilih berjalan mundur
Menangis melihat punggungmu yang tak bergeming
Kamu tak bersedih kehilangan aku

Rasa yang kurasa bukan sekedar rasa
Aku simpan angan akan masa depan di sana
Tentu aku akan terluka jika semua ini berubah hampa

Biarlah aku menangis di sini
Jangan merasa bersalah
Tapi jangan juga memintaku kembali

Karena aku pantas bahagia
Dan kau tidak mengerti apa itu bahagia
Bagaimana mungkin kau bisa membahagiakan aku?

Senandung Malam

Langit berbintang
Mereka saling berpandangan
Langit juga mengenakan bulan
Kalau dia sendiri tak berteman

Usai sudah jerih payah hari
Kini waktu berdiam diri
Kembali pada yang empunya hari
Dengannya aku melerai pendapatan diri

Bunyi jangkrik membuai
Menghantar tidur yang akan mulai
Kuingin bermimpi tentang pantai
Melarungkan lelah dengan santai

Mentari, Hujan, Badai, dan Petir


-25 November 2012-

Ke manakah Tuhan menyembunyikan matahari
Di saat badai, petir serta gelombang menghempaskan aku begitu hebatnya?
Dan Ia membiarkan aku didera oleh hujan begitu kuatnya?

Matahari sedang beristirahat di singgasananya
Dia lelah menjaga hari,
Makanya dia meminta teman-temannya menemanimu.
Ya, mereka masih teman
Menyayangimu dengan cara yang berbeda dari matahari
Tidakkah kau dengar sapaan petir meneriakkan namamu?
Tidakkah kau merasa hujan dan angin bersatu membelai wajahmu?

Tetapi kehadirannya begitu menakutkan aku
Aku begitu takut karena sapaannya tak selembut sinar matahari
yang begitu menghangatkan
Mungkinkah aku meminta sebuah panggilan yang begitu menyejukkan?

Berkenalanlah dahulu. Mereka bilang, tak kenal maka tak sayang.

Sampai kapan matahari disembunyikan?
Apakah pasti selalu ada pelangi setelahnya?

Matahari akan kembali pada waktunya

Bagaimana kalau aku tak kuat untuk berkenalan?
Bagaimana jika aku tak sanggup menunggu hinga ia terbit lagi?

Setidaknya bukalah matamu, telingamu dan semua inderamu
Percayalah, saat semua sudah berlalu dan matahari kembali muncul,
Hujan badai petir tidak begitu menakutkan lagi
Mungkin kau akan mulai merindukannya
karena mereka menggambarkan gelapnya sisi hidup ini

Pernahkah kau bertanya mengapa harus ada hujan, badai, bahkan petir?

Aku perlu diingatkan bahwa
hidup ini tak selamanya hangat, tak selamanya terang.
Aku perlu digoncangkan, dihempaskan
sampai aku tahu bagaimana indahnya mentari saat dia kembali
Tidakkah kau merasa begitu?

Tapi mengapa guncangan ini begitu bertubi-tubi?
Bagaimana jika aku menyerah kalah?
Mungkin bada dan petir mampu menyelamatkanku?
Menyapaku dalam lembut saja mereka tak bisa
Bagaimana mereka mau membopongku?

Bila tiba saatnya kau ingin menyerah kalah
Ingatlah, betapa indahnya pelangi membingkai langit
Ingatlah betapa hangat dan lembutnya sentuhan mentari
Berpeganglah pada itu
Mungkin tak lama pelangi dan mentari akan datang
sambil bergandengan tangan

Aku merasa seperti hujan badai dan petir.
Yang tak pernah dinanti orang.
Tak peduli betapa rusak yang bisa kuhadirkan
Betapa keras hantaman yang kuberikan
Aku memang tidak lembut
Tapi aku tak pantas dibenci dan ditakuti
Beberapa merutuki tanpa ampun

Kadang aku ingin berteriak pada Chronos sang penjaga waktu
Kapan sang mentari akan ia keluarkan dalam persembunyian.
Memang aku harus mengenal badai dan petir
Tapi biarlah hujan saja yang menemaniku menari
Aku memang tidak menolak badai dan petir
Tetapi matahari dan pelangi begitu kutunggu

Pernah kubertanya pada Sang Pencinta Hidup
Kapan matahari akan muncul
Ia hanya tersenyum dan membiarkan Chronos
yang menjawab iya, tidak, dan tunggu
Hujan, badai, serta petir selalu hadir sebelum yang indah keluar.
Karena biarlah mereka yang memurnikan kita
Untuk pantas menerima datangnya sinar dan pelangi
Karena dalam badailah, harapan akan datangnya matahari
Yang menggandeng pelangi semakin kuat.
Dan biarlah dalam penantian itu kita dimurnikan

Aku ingin berdamai dengan badai
Karena seringkali dalam badai aku diingatkan
Aku juga diyakinkan bahwa tetap banyak orang yang begitu menyayangi
Bahkan di saat badai begitu hebat menemaniku
Suara merekalah yang sering kali menghalau badai menyentuh jiwaku

Rabu, 21 November 2012

Menunggumu Kembali - Part 2

Punggungmu belum juga berlalu dari sudut mataku
Harummu masih tertinggal di batas hidungku
Hangatmu masih berbekas di jemari tanganmu
Tanpa rasa itu mulai dengan lembut menyiksaku

Kini aku tanpamu, sendiri dan dingin
Walau cintamu kau penjarakan di hati
Aku mencandu kehadiranmu yang hakiki
Yang bicara dan menatapku secara badani

Pagi tak lagi berenergi, menjadi redup dan gundah
Siang tak lagi berpayung awan, mendung mengangkasa
Sore pun sama, memusuhiku dengan arogan jingganya
Kala malam menjelang, langit sepi tak ada penghuni, hanya gelap

Menunggumu Kembali - Part 1

Detik pertama aku abaikan
Ada rasa yang bertalu-talu di dada
Meneriakkan rasa baru yang akan mendera
Menyiksaku selama kau berkelana

Menit pertama ku masih kebas
Aku tidak mengenali rasa asing yang dibawa
Karen terlalu lama tertidur dan terabaikan
Tak paham apa yang menanti di depan mata

Lalu perlahan rasa itu datang menyapa
Begitu lembut sampai aku tidak bisa mengabaikannya
Berkenalan dengan hati yang sedang berladang bunga
Mencoba menyiraminya dengan air garam

Kerinduan

Siapa yang tahu rasanya?
Bagai rintik hujan membasahi wajah
Lembut namun mengibaskan dingin
Bagai hangat menyari tempa bumi
Sinarnya bisa membuat basah

Siapa yang tak kenal sendunya?
Bagai gelap malam tak berbintang
Rembulan yang bersedh tak berteman
Bagai lambaian daun tertiup angin
Hanya menyapa tak bisa memiliki

Siapa yang mencandu emosinya?
Bagai kafein dalam secangkir kopi pagi
Membuatmu bangun tetapi hanya begitu
Bagai manis sebatang cokelat hitam
Pahitnya tak bisa menjadi candu

Siapa menginginkan keabadiannya?
Bagai berkeringat setelah menelusuri embun pagi
Ingin segera kau basuh dengan kesegaran air
Bagai asupan formalin yang menghentikan waktu
Tetap ada namun tidak bernyawa

Senja

Langit tak ada warnanya lagi
Gelap sendu bertebaran sejak tadi
Mengalahkan binar matahari
Seperti hariku tanpamu

Kini mentari bukan bersembunyi lagi
Ia sudah bergeser menghindar bulan
Gundahku bagai langit malam
Menguasaiku tanpa ampun

Merindumu tak pernah berakhir
Rasanya tak bisa menjadi biasaku
Lara di dada terbungkus kasih
Yang sedang tertahan diriku

Memopad

Matahari masih membumbung setinggi-tingginya
Jeritan kerinduanku tak kunjung usai
Memopadku penuh dengan kata tentangmu

09:23

Hari masih pagi
Hatiku sudah berteriak rindu
Rasa padamu yang tak pernah pergi
Sampai kau kembali padaku

Berhenti

Tutup buku
Letakkan pensil
Simpan penghapus

Diam tak bersuara
Abaikan geraman nurani
Berhenti sekarang
Atau aku akan membencimu juga

-19 Nov 2012, 09:10-

What Happen

This is what happenwhen you're gone
I call it crazy chaos
More than I can bear
It whether ruin me or build stronger bond

I start to think about you
What you've done to me
About our differences
And how I hate those things

My mind is a mess
The stories go tangled
I cannot find the begin nor the end
It's a crossroad everywhere

How can I survive a day without you
This feeling is killing me
My mind betrays me
It screams out loud that I can't ignore

-19 Nov 2012, 09.09-

Penawar Rasa

Aku tanpamu menggila
Dikuasai oleh doktrinasi leluhur
Aku butuh penawar rasa ini
Karena aku masih ingin mencintaimu

Aku tidak pernah mendengar baik dari kaummu
Atau mereka hanya menutupinya
Mungkin aku yang terpejam
Tapi kamu nyata, beda, dan aku cinta

Mungkin hanya ilusi
Aku tidak pernah yakin
Apa kita benar terjadi
Bisa jadi hanya hukuman ilahi
Terhadap aku yang berpikir sempit

Sebuah Buku

Penulis tidak mengenal aku
Apalagi tahu apa yang kuhadapi
Namun regukan kata-katanya mencandu
Seakan bercerita mengenai kemungkinan

Pagiku tanpamu terisi lembaran-lembaran
Haus akan masa depan kita menguasaiku
Wajahmu terpeta jelas dalam memori
Tingkahmu mungkin sama dengan sang lelaki

Cerita ini akan berakhir buruk
Aku bukan cenayang namun aku tahu
Karena dia berbicara realita
Menggerus kemungkinan kelam dalam kita

-Dunkin Donuts-
19 Nov 2012
08:50

Minggu, 18 November 2012

Berjuta Kata Maaf

Bukan memori yang terulang kembali
Ketika aku mengucapkan selamat tinggal
Bukan demi rasa aku mengakhiri ini
Karena aku tidak memilikinya

Percuma aku menghamburkan maaf
Hatimu takkan pernah bisa
Melewatkan aku begitu saja
Tak apa, aku hanya senyawa kehampaan

Aku pun sakit
Terbelenggu nestapa tak ada ujung
Sudah sejak dulu begini
Kau dan siapapun tak sanggup menolongku

Usah berusaha lagi
Hapus tangismu
Bencilah aku
Tapi jangan duniamu

Aku Tanpamu

Di dunia ini, semua ingin kejujuran
Tak luput aku pun begitu
Tapi bagiku, itu semu
Aku akan berakhir sendiri
Apabila aku jujur

Tentang masa lalu
Tentang seorang aku
Tentang rasa
Dan tentang hidup

Jadi, di sinilah aku berdiri
Penuh tipu dan dusta
Hampa sekaligus semu
Lalu aku bertanya
Apa bedanya aku dan kejujura bagiku?

Sungguh, percayalah padaku
Ketika kamu pergi
Itu sungguh kejujuran yang akan keluar daripadaku
Karena denganku, hanyalah sepenggal kesemuan

Jumat, 16 November 2012

Random: Tujuh Baris


Tuhan, aku tidak bisa menang
Tetapi ingatkan aku untuk terus berjalan
Bukan kemenanganku yang teraih
Tetapi kemenangan-Mu terhadap dosa dan maut
Tuhan, bersama-Mu aku akan menang
Menuju kehendak-Mu, bukan milikku
Karena sesungguhnya rancangan-Mu lebih indah

Teruntuk sahabat
Kaulah sandaranku
Tempat mencurahkan isi hatiku
Meminjamkan telinga atas keluh kesahku
Kau ulurkan tangan memelukku
Bahumu tempatku menangis
Apa yang bisa aku lakukan untukmu?

Goresan: Empat Baris


 Aku letakkan anganku dalam ketidaksempurnaan
Berharap merasa lengkap dan dicintai
Tetapi siapakah aku?
Manusia yan tidak bisa mencintai tidak akan pernah dicintai

Kesendirian adalah temanku
Kepahitan adalah hobiku
Patah hati adalah hariku
Kekecewaan adalah canduku

Apa Saja: Tiga Baris


Aku kehilangan arah hidupku
Hanya menjalani detik-detik kosong
Tanpa ku tahu ke mana lajunya

Bisakan kita miliki segala yang kita inginkan?
Tanpa harus mengorbankan apapun
Dan kesempurnaan akan kita raih

Kau belahan jiwaku
Buta kita sama
Rapuh kita sama

Bagai putaran roda
Kita bersatu dan saling mendukung
Tetapi kita tidak pernah bersama

Perpisahan adalah ketika hatiku lebih penting
Berpisah adalah ketika aku tidak bersedia lagi
Pisah adalah keegoisanku

Tidak sedikitpun aku takut kehilanganmu
Entah karena aku tahu kamu akan selalu kembali
Atau karena itulah yang aku inginkan

Cinta
Ah, tepisku
Itu semu

Kepada Tujuan


Aku tidak akan menyerah
Lalu meruntuhan diri yang kubangun
Dalam derita dan derai air mata
Hanya karena aku menjadi umum

Kamu boleh sudutkan aku
Menghempas aku ke sudut yang paling gelap
Aku akan tetap berdiri
Dan terus berjalan sampai aku tiba

Lord, I'm Tired


Lampu di malam hari mulai berkerlip
Oh, indahnya menggetarkan nurani, namun
Rasa pahit tetap menggantung di langit hati
Deritaku masih begitu panjang
Inikah realita hidup sesungguhnya?

Andai aku bisa membuatnya berlalu
Mungkin aku bisa merasa hangatnya matahari
Tercurah padaku menghangatkan jiwa
Ilalang yang berdesir menjadi penghiburku
Rindu akan bahagia pasti terpuaskan
Erangan pedih tak dengar lagi
Dari bibirku yang kini penuh pujian

Candu


 Mengapa Tuhan tidak pernah menjadi canduku
DIA-lah obat yang tidak pernah habis
Sedemikian naifnyakah aku
Sehingga aku memilih menutup mata
Mengabaikan perbuatan nyata-Nya

Tuhan…
DIA-lah dari mana aku berawal
Kepada DIA-lah aku kembali
Tuhan…jadikanlah diri-Mu canduku

Loneliness


So this is how it feels
When you sit here alone in the crowd
Thinking nobody could ever be there for you

For GOD’s sake, I don’t ask for help
I just need someone to stay silent
Make no sound but talking with heart



Damn it feels bad
I sit alone where everybody’s with someone else
Feels like a trash
That is forgotten on the floor
Wait to be stepped by the crowd

Even those words couldn’t erase this shitty feeling
I don’t know what else to do

Kamis, 15 November 2012

Seseorang

Tak pernah mengenal kamu
Tetapi takdir mempertemukan kita
Menembus batas keberagaman
Menyilangkan norma tersimpul

Aku melihatmu begitu indah
Pancaran keperkasaan yang tidak bisa kutepis
Aura kesepian ingin kurenggut daripadamu
Mengira kebutuhan kita serupa

Aku hanya seseorang bagimu
Tidak bisa kubaca seberapa besar nilainya
Hanya sebatas kehadiran manusia lain
Ataukah lebih dari itu

Seseorang ini ingin memujamu
Mengembalikan kepercayaanmu pada dunia
Bahwa kamu bisa menaklukkannya
Dan membawanya kepangkuanku

Hanya saja aku terbelenggu ketidaktahuan
Tidak terbiasa mengungkapkan
Sehingga kamu tidak pernah tahu
Rasa kagumku terhadap kamu

Seseorang ini ingin menjadi alasanmu
Alasan untuk tersenyum
Landasan untuk bercinta
Sumber ketegaranmu menaklukkan

Tapi aku sungguh tidak tahu
Aku sungguh tidak sanggup
Karena aku hanya seseorang
Yang mungkin tak bernilai di matamu

Rabu, 14 November 2012

Sanubari Cinta

#Credit Title goes to Harfei Rachman


Biarlah aku mengabadikan kisah kita dalam untaian kata
Rasanya sangat mendalam
Menyentuh ego paling dalam nurani manusia

walau tidak ada yang bisa paham
Tentang gejolaknya
Tentang sakitnya
Tentang emosinya
Aku tetap bersikeras
Karena apapun rasa itu
Ada sebersit cinta di dalamnya

Tentang ...

Kamu

Kamukah selama ini yang aku tunggu?
Diakah malaikat tidak bersayap
Yang Tuhan hadiahkan padaku?
Penjawab segala doaku tentang cinta
Peneman di kala suka
Penghibur lara kala duka mendera
Diakah kamu?

-------------------------------------------------
Bintang

Malam akan begitu sepi tanpamu
Rembulan akan tersedu merindukanmu
Datanglah, temani kesendirian bulan
Jangan jatuh dan habis terbakar kehangatan bumi

-------------------------------------------------
Musik

Maknai setiap detik dengan kelembutan alunan
Menggugah jiwa membangunkan raga
Bukan tentang bagaimana membuatnya
Tetapi tentang memaknai setiap nada
Mengerti desahan jiwa raungan nurani
Tentang melepas yang terkekang
Pergi ke ujung syaraf, menggerakkan raga
Mewarnai dunia

------------------------------------------------
Kita

Hanya dua insan yang saling mencari
Tetapi tidak pernah menemukan
Karena kita berjalan bersisihan
Tujuan kita sama
Namun kita tidak pernah berpaling
Untuk menemukan satu sama lain
Dan kita bukanlah kata yang menggambarkan aku dan kamu

-----------------------------------------------
Lugu

Di dalam keluguanku
Aku menyentuhmu
Dengan keanggunanku
Aku menarikmu
Tanpa rasa curiga
Aku mencintaimu
Ke lembah luka pedih
Aku meninggalkanmu

-----------------------------------------------
Danger

Try me, come closer to me
Play with my feeling
For I have no feeling at all
Tend to play with someone else's
But without my notice
It's me who's getting hurt in the end

Kamis, 01 November 2012

Cinta

Semua orang mencarinya
Segelintir akhirnya memahami
Sisanya lagi menderita karenanya
Tak luput aku yang tidak mengerti

Kuberlari di lorong kosong
Katanya cinta berupa seberkas sinar
Menerabas gelap malam tak berbintang
Aku setengah yakin itu omong kosong

Seperti apa rasanya
Tiada seorangpun sanggup menyakinkan aku
Bagaimana rupanya
Aku hanya melihat kepahitan di balik itu

Semukah semua yang mereka pernah tulis
Angankah semua yang mereka pernah bagikan
Tentang cinta, tentang hati
Tentang manusia, tentang kebersamaan

Cinta, cinta, cinta
Berulang kali aku lafalkan
Semakin lama semakin tak mengerti artinya
Tinggallah lima huruf yang kasat makna

Selasa, 30 Oktober 2012

Tuhan

Dingin pagi mengigit tulangku
Bisa kurasakan belaiannya menembusi kulitku
Tak sanggup lagi aku menghalanginya
Tak punya apalah aku untuk hangat

Napasku teratur jantungku masih berdetak
Aku bertanya, mengapa demikian
Aku merasa tidak punya nyawa lagi
Hanya sekedar hidup yang hanya begini

Semua nista dunia menempaku
Duka dunia menyayat-nyayat batinku
Lagu yang kudengar adalah kesedihan
Senandung samar tentang kepedihan

Tuhan...
Kembalikan aku
Dalam damai-Mu yang tiada berbatas
Engkaulah harapanku

Tuhan...
Ambillah aku
Dari kelelahan dunia fana
Simpan aku dalam hati-Mu

Tuhan...
Bawa kembali rohku
Penuhi dengan kasih-Mu
Modalku untuk bertahan sampai waktu tiba

Tuhan...
Hapus air mataku
Topang kepalaku agar menatap tegak
Hanya boleh Engkau yang tahu rapuhku

Tuhan...
Terus kubisikkan nama-Mu
Harapan kekuatanku yang tak terbatas
Ya Tuhanku

Kamis, 18 Oktober 2012

Sempurna

Aku hanya seorang wanita
Pun juga seorang manusia
Aku tidak diciptakan seperti malaikat
Yang luput dari noda cela

Sejujurnya aku rapuh
Angin bisa menghembuskan ragaku
Memporaporandakan jiwaku
Mencabut rohku

Ditambah dengan kesombongan
Memiliki cerita seindah dongeng
Dengan melewati segala airmatanya
Tak mungkinlah bahagia kan kujelang

Sempurna itu pastilah nyata
Hanya saja sulit diraih
Beranikah aku menerjang segala hal
Menang dalam tiap derai airmata

Mungkin inilah kesempurnaan hidup fana
Ketika aku mampu tersenyum walau terluka
Saat badai menerjang dan aku mampu bertahan
Semua tentang bagaimana aku menaklukkan dunia

Selasa, 16 Oktober 2012

Other Half

One day I will find
My other half
Created by God
The only one for me

Make me want to survive
Hard times and darkest hours
Just to see your face
And feel your breath eventually

My heart will beating strong
For both of us
My strength will be enough
To lift us

Minggu, 30 September 2012

Forgotten

I'm feeling so dark today
Nobody is a mind reader
So don't try to understand me

I don't need that damn words
To remind me how bad I could be
I'm always a disappointment already

They do believe they know
What makes me happy
But they don't know happiness is not my destiny

I'm forgotten
Like a trash in the corner of the road
That's what I am, forgotten

Kamis, 27 September 2012

Ketika

Aku selalu terjebak dalam pandangan matamu
Tidak tergambarkan arti hujaman sendumu
Tapi aku ingin selamanya di situ

Aku bisa melihat kegelapan hati
Dirudung mendung yang tak henti
Harapanku aku mentari

Berjuta perih menanah
Menjajah semua yang kau punya
Ingin kuambil dan sembuhkan luka

Torehanmu yang membuka
Mengiris hatiku juga
Betapa aku ingin merampasnya

Rabu, 26 September 2012

Hati yang Gelap

1. 

Inikah yang dinamakan kebenaran
Yang selalu aku pungkuri dalam ratapan
Bahwa sesungguhnya tidak akan ada yang paham
Sekalipun semuanya sama adanya

-----------------------------------------------------------------------------
2.

Mungkinkah kesendirian adalah jawaban
Pelepas penat karena lelah mencari
Menghilang dari rasa pengharapan
Hanyalah obat rindu yang paling abadi

-----------------------------------------------------------------------------
3.

Ya, tidak ada yang bisa mengerti
Bahwa hasrat hati hanya tak ingin sendiri
Dengan begitu banyak cara aku terus berlari
Semakin menjauh dari tujuan hakiki

-----------------------------------------------------------------------------
4.

Lalu di kala mentari cerah bersinar
Aku menemukanmu
Aku silau dengan sinar yang berpedar
Walau kamu bilang semua itu semu

-----------------------------------------------------------------------------
5.

Kalau jiwa memang berpasangan adanya
Aku mendapatkan jiwaku di dalammu
Tapi mengapalah kita begitu sama
Sehingga kita saling menarik menjauh

-----------------------------------------------------------------------------
6.

Tak bisakah aku merengkuhmu
Dan menangis bersama menatap dunia fana
Sama halnya aku tidak membiarkan diriku tersentuh
Oleh kesepianmu yang penuh lara

-----------------------------------------------------------------------------
7.

Kita harus seperti apa?
Aku merasa menyakitimu
Kamu merasa membebaniku
Hati berkecamuk luar biasa, gila, katanya

-----------------------------------------------------------------------------

Senin, 17 September 2012

Sebuah Hati

Di manakah aku bisa mencari sebuah hati yang mengerti
Arti sebuah kesendirian yang terkekang gelap
Mengurai air mata menjadi seberkas senyum
Meninggalkan jejak torehan di dalam jiwa

Benarkah rasa pedih yang timbul ini
Hanyalah derita seorang manusia
Yang dibekali sebuah hati yang rapuh
Tak bisa dihentikan oleh waktu pun oleh sebuah kenyataan

Pantaskah aku merobek sebuah hati
Mencabik-cabiknya dengan belati realita
Menghempaskannya ke dalam lautan kecewa
Bahkan mungkin aku akan mengorbankan lebih dari satu

Lalu di manakah sebuah hati itu
Nuraniku ingin melindungi
Sekaligus ingin memusnahkannya
Hatiku menjadi dilema tak berkesudahan

Rabu, 12 September 2012

Tentang Hujan

Tak selalu gelap yang mendahuluinya
Terkadang sinar mentari yang menjadi latarnya
Emosinya pun tidak melulu kelam
Sesaat diiringi tarian riang

Hanya untuk aku hujan berarti kamu
Menyapa lembut dari butir airnya
Membasahi hati yang kering rindu padamu
Terbuai dalam kenangan sebuah sore

Dalam hujan aku akan selalu mengenangmu
Turun deras bagaikan airmata yang tertahan
Menahan sedih karena tidak ada kita lagi
Berjalan bersisihan dibentengi tembok tinggi

Hujan tak lagi menyatukan kita di bawah lembar naungan
Dia telah merobeknya dan membuat kita kuyup
Berpencar mencari perlindungan lain
Membuat kita berselisih jalan

Terselip angan dalam benakku
Akankah hujan mempertemukan kita lagi
Karena butirnya tidak bisa menyampaikan rinduku
Ia tertelan bumi dan tinggal di dalamnya

Rabu, 25 Juli 2012

Who Do You Think You Are


Plak!

Aku berbalik menampar wajah Nando.

Keterlaluan sekali dia, makiku dalam hati.

“Yuk, kita bikin juga yang seperti itu.”

Begitu santai Nando mengucapkannya di balik telingaku, menghentikan derasan air mataku menyaksikan peristiwa paling mengharukan yang baru saja kusaksikan. Arika, sepupuku, baru saja melahirkan. Dan kini Fabian, suaminya, sedang menggendong seorang bayi mungil yang masih semerah darah dengan wajah bangga dan haru. Tidak sedikit yang mengikuti jejakku menangis.

Sebenarnya aku menangis tidak sepenuhnya karena terharu, tetapi juga karena tidak kuat menahan perih yang mencubit-cubit hatiku karena Nando datang ke sini. Kalau saja Fabian menyadari bahwa Nando sempat ngotot masuk ke dalam ruangan bersalin, pasti Nando tidak akan selamat dari gulatan Fabian.

Memangnya siapa Nando? Mantan pacar bukan, teman juga sekedarnya. Tapi Fabian tidak menyadari lumuran cinta Nando pada istrinya itu sudah menyertai Nando selama beberapa tahun belakangan ini. Ya, walaupun Nando tahu Arika memilih Fabian. Dan menikah dengannya. Dan kini mempunyai sebuah keluarga mungil yang bahagia dengan Fabian. Tidak ada celah buat Nando.

Sakit itu terus menggigiti hatiku. Nando yang aku cinta. Nando yang selalu aku rindukan. Nando yang bertahun-tahun mengabaikan aku. Nando yang bahkan tidak menyadari aku hadir di tempat itu. Nando yang tidak pernah memilih aku. Nando yang masih mencintai Arika bahkan ketika Arika sudah memiliki keluarga sendiri.

Oh, betapa luhurnya perasaan cinta Nando…sampai dia mengucapkan kalimat sialan yang membuat aku menampar wajahnya.

Bukannya aku sudah melupakan Nando. Tidak, sedetikpun aku tidak pernah bisa. Perasaanku padanya…entahlah…aku tidak tahu namanya. Apapun namanya, perasaan itu masih menghantuiku mewarnai malam-malamku dengan mimpi tentangnya.

Bahuku masih naik turun menahan rasa haru dan perih yang bersamaan menyerangku. Airmataku sudah berhenti dan hanya meninggalkan jejak-jejaknya di pipiku. Aku menatap Nando yang baru saja kutampar. Dia membalas pandanganku dengan memelas. Aku tidak peduli semua perhatian tercurah pada kami berdua yang terlihat siap tempur di medan perang.

“Kamu pikir kamu siapa, bisa bilang begitu sama aku, hah?” semprotku. Nando hanya diam. Dia menunduk. Bagiku, lagaknya terlihat seperti orang yang menyesal. Entah apa yang dia perlu sesali. Hm…mungkin menyesali kenyataan bahwa dia tidak bisa bersama Arika. Lalu, perlahan tapi pasti, Nando mengangkat kepalanya dan menatap mataku.

“Aku tahu kamu masih cinta sama aku, Fran.”

Oh, berani sekali dia mengumumkannya pada semua orang di sini. Aku sudah tidak peduli lagi. Yang hadir di sini tidak semuanya mengenalku. Dan yang mengenalku sudah tahu cerita lama ini.

“Lalu?” tanyaku sambil menatapnya dengan dingin.

“Bisakah kita bersama?” Lancang!

Aku ingin memakinya. Aku juga ingin mengumumkan tentang perasaannya pada ibu si bayi mungil yang baru saja mengecap dinginnya dunia. Tapi aku tahu diri. Tidak perlu merusak momen bahagia ini dengan roman picisanku.

Aku menatap mata Nando dengan tegas.

“Tidak. Sudah terlambat,” tegasku.

Walaupun aku masih menginginkan Nando, tetapi bukan seperti ini. Bukan menjadi pilihan terakhir saat pilihan pertamanya sudah tidak tersedia lagi.

“Maaf, Nando. Kamu bukan orang yang tepat untuk mengisi hari-hariku lagi. Terimalah, waktunya sudah berlalu. Aku berubah.”

Ya, aku adalah pembohong ulung.

Jumat, 13 Juli 2012

Hiburlah Aku

Wahai malam
Hiburlah aku
Dari duka kesendirian
Temani aku dengan bintangmu

Wahai hujan
Hiburlah aku
Basuh semua luka
Sucikan aku dengan tetes airmu

Wahai mentari
Hiburlah aku
Sinarilah kegelapanku
Tunjukkan jalanku

Hiburlah aku
Tolong...hiburlah aku

Kamis, 12 Juli 2012

Perih

Ingin kucabik-cabik hatiku
Menemukan sisa cinta untukmu
Aku ingin membuangnya

Karena perih ini tidak bisa sirna
Maaf ini tidak pernah tulus terucap
Luka bernanah terus membasah
Aku sakit

Airmataku tak pernah bisa habis menangisimu
Nuraniku tidak bisa paham
Apa yang salah dengan mencintaimu?

Don't Ever Let Me Go


I’m sorry because I just realized just now
That there’s a place in my heart for you
I have crossed the ocean
Try to find someone like you
But when time made us meet again
I’m sure this is love
Please don’t ever leave me
For I have this loving feeling for you

Selasa, 10 Juli 2012

Apa Namanya?

Kalau bukan cinta apa namanya?
Hati bergetar hebat hanya dengan menuliskan namamu
Senyum terukir hanya dengan bayangmu
Air mata berderai hanya dengan kepergianmu

Kalau bukan sayang apa namanya?
Aku tidak rela melihat kamu menderita
Memilih menggantikan tempatmu
Melindungimu dari segala kekejaman dunia

Kalau bukan suka apa namanya?
Malam-malam panjang terbayang kamu
Senja menutup siang gelisah hati
Mentari pagi sama seperti senyummu

Senin, 09 Juli 2012

Siapa Kamu

Entah
Aku mungkin tidak mengenalmu
Atau bahkan
Aku sangat dekat denganmu, dulu

Kalau Kamu Kembali

Aku tidak berharap kamu akan kembali
Bertatap muka atau bertukar cerita
Bahkan berjalan bersisian seperti dulu lagi
Rasa itu sudah mati bahkan sebelum berbunga

Jadi kalau kamu kembali dan melihatku berpaling
Tolong maafkan aku
Kenangan sepasang kita hanyalah cerita lama
Kamu sudah menentukan pilihanmu

Menjauh dari aku sejauh yang kamu bisa
Terpisahkan samudera dan benua
Kamu pikir ini tidak sakit
Kamu kira aku tidak tercabik-cabik

Oh sudahlah
Kamu tidak mengenalku
Dan aku juga terlalu bangga merasa mengenalmu

Demi Tuhan aku mencintaimu
Bukan ingin membunuhmu
Aku tidak mengerti mengapa kamu harus lari
Hanya bilang 'tidak' saja aku akan pergi

Wanita Ketiga - Final

Cerita sebelumnya: 
Wanita Ketiga - Part 1
Wanita Ketiga - Part 2

----------------------------------------------------------------------------------------------

Hilda melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran Perancis, tempat dia bertemu janji dengan Donny. Hilda membalas sapaan pelayan yang membukakan pintu untuknya dengan seutas senyum. Matanya menyapu restoran itu dengan heran. Tidak ada seorangpun yang duduk makan di restoran itu, padahal itu adalah Sabtu malam. Dia hanya melihat Donny duduk di salah satu meja.
Lelaki itu tersenyum ketika matanya bertemu dengan sosok Hilda yang menggunakan little black dress yang membalut tubuhnya dengan indah. Hilda berjalan mendekati Donny.
“Kamu memesan restoran ini?” tanya Hilda. Donny mengangguk.
“Spesial buat kamu,” jawab Donny.
“Dalam rangka apa?” cecar Hilda.
“Dengar, selama ini kamu sudah melalui banyak hal, terutama akhir-akhir ini kamu selalu terlihat sedih dan stress. Aku hanya ingin membahagiakan kamu, mengembalikan senyum kamu,” kata Donny. Hilda tersenyum. Hatinya tersentuh.
“Terima kasih, Don!” ujar Hilda tulus.
Entah karena malam itu berlalu begitu indah dan menyentuh relung terdalam hati Hilda atau karena kadar alkohol yang masuk ke tubuhnya melalui wine yang terus menerus dinikmatinya, Hilda kini larut dalam ciuman lembut yang diberikan Donny di akhir acara makan malam mereka. Setelah beberapa lama, Hilda pun setuju untuk menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari restoran itu.
Donny mendorong pelan tubuh Hilda sehingga wanita itu terbaring di atas kasur yang empuk. Donny kembali menciuminya. Hilda dilanda oleh dilemma yang begitu hebat. Dia tahu dia harus menghentikan Donny sebelum lelaki itu bertindak lebih jauh. Tetapi dia juga menikmati rasa hangat dari napas Donny yang menyentuh kulitnya, dan dia menginginkan lebih.
Donny membelai pipi Hilda, matanya begitu dalam menatap wanita itu. Hilda bisa melihat ada gairah dalam kelembutan tatapan Donny. Dan dia juga yakin lelaki itu pasti melihat hal yang sama dalam dirinya sekarang. Tetapi ini tidak boleh terjadi. Hilda tidak ingin ada yang merasa sakit hati hanya karena gairah semata.
Can I?” desah Donny sambil menyentuh leher Hilda dengan bibirnya, meminta ijin untuk bertindak lebih jauh.
Hold it!” ujar Hilda. Dia memegang kedua bahu Donny dan berusaha mendorong lelaki itu menjauh dari tubuhnya. Donny mengangkat tubuhnya menjauh dari Hilda, membuat jarak di antara mereka. Hilda beringsut di kepala ranjang, menyandarkan tubuhnya pada sandaran itu. Dia menatap lekat lelaki itu. Donny menyisir rambutnya dengan jari-jarinya, gugup.
“Aku tidak bisa melakukan ini, Donny!” bisik Hilda. “Kita tidak boleh melakukan ini.” Donny meraih tangan Hilda dan menggenggamnya.
“Aku menginginkan kamu dan aku tahu kamu juga menginginkan aku,” bujuk Donny, walaupun dia tahu kata-kata Hilda benar, mereka tidak bisa melakukan ini. Tetapi, Hilda sudah menanggapi undangannya untuk makan malam bersama yang penuh keromantisan. Wanita itu juga sudah membalas ciumannya lebih dari yang dia duga. Dan pada akhirnya mengiyakan ajakannya untuk menginap di sebuah kamar hotel. Donny tidak bisa melihat ke mana akhir malam yang sempurna ini selain di atas tempat tidur itu, bersama Hilda.
Hilda menelan ludah. Donny tidak salah, sama sekali tidak salah. Dia menginginkan lelaki itu. Tetapi dia tidak bisa, tidak boleh. Hilda menatap mata Donny. Dia tahu dia telah jatuh cinta pada lelaki ini sebelum dia jatuh cinta pada lelaki-lelaki lain setelahnya. Ini juga momen yang mungkin dia tunggu-tunggu selama ini. Tetapi semua sudah terlambat.
Hilda menarik napas panjang. Dia mendekatkan dirinya pada Donny yang duduk di depannya.
“Aku mencintai kamu, Donny. Aku mau kamu bahagia,” bisik Hilda. Donny bisa merasakan rambut-rambut di tengkuknya berdiri. Donny merengkuh Hilda dalam pelukannya.
“Aku juga mencintai kamu,” aku Donny. “Be mine tonight!” lanjut Donny penuh desakan. Dia begitu menginginkan wanita ini lebih dari apapun yang dia inginkan. Donny merasakan gelengan Hilda di pundaknya. Wanita itu lalu melepaskan dirinya dari pelukan Donny.
“Don, aku minta maaf karena aku bertindak terlalu jauh malam ini,” kata Hilda. “Aku mencintai kamu, tetapi bukan cinta yang sama seperti yang kamu rasakan.”
“Maksud kamu apa?” tuntut Donny. “Ciuman kita nyata, sentuhan kamu begitu menginginkan aku. Apa itu tidak cukup buat kamu?” Hilda meraih tangan kanan Donny, mengangkatnya setinggi hidung mereka yang sejajar. Bias lampu tidur yang remang-remang menerangi kamar itu mengenai benda yang melingkar di jari manis Donny.
“Kamu sudah menikah, Donny! Dengan wanita yang bukan aku,” tegas Hilda. “Apa bedanya kamu dan Edwin kalau kamu meniduri aku malam ini?” Donny tersigap. Dengan gerakan yang tidak pernah terpikirkan oleh dirinya sendiri, Donny melepas cincin itu dan meletakkannya di atas meja yang ada di samping tempat tidur. Dia menginginkan Hilda malam itu, titik.
Hilda menjauhkan dirinya dari Donny. Ada rasa benci yang kini menguasai dirinya. Rasa benci untuk Donny dan juga untuk dirinya sendiri. Dia bangun dari tempat tidur, mencari-cari sepatunya dalam gelap.
Donny tidak diam saja, dia tidak akan membiarkan Hilda pergi. Dengan satu gerakan cepat dia menangkap tubuh Hilda dan menahannya di antara tembok dan tubuhnya sendiri.
“Aku menginginkan kamu. Ayolah…aku tahu kamu juga begitu menginginkan aku,” desak Donny. “Kita selesaikan malam ini dan baru ambil keputusan besok pagi.” Hilda menggeleng cepat. Jantungnya berdegup dengan kencang. Dia takut.
I’ll be gentle, don’t be scared!” bujuk Donny sambil menyusuri sisi wajah Hilda dengan jemarinya. Hilda menggeleng lagi. Dia tidak dapat menahan air matanya lagi. Ketakutan dan kebenciannya menjadi satu, melebur menjadi butir-butir air mata.
“Lepaskan aku!” pinta Hilda. Donny mengencangkan pegangannya pada kedua pergelangan tangan Hilda. “Lepaskan aku, Donny!” teriak Hilda. “Aku tidak tertarik bercinta dengan kamu!” Hilda terisak-isak. Spontan Donny melepaskan pegangannya dan menjauhkan tubuhnya dari Hilda.
“Donny, Edwin tidur dengan wanita lain. Aku tidak bisa menjadi orang yang sama dengan orang yang sudah menghancurkan hidupku. Kamu tahu, tanpa Edwin, hidupku sudah tidak ada artinya lagi,” tangis Hilda. Tubuhnya merosot ke lantai kamar hotel. Donny menatapnya dalam diam. “Cuma kamu yang mau menolong aku, menemani aku melalui semuanya ini.” Donny hanya setengah mendengarkan. Keterkejutannya belum hilang. Dia memikirkan hal yang lain.
“Apa maksud kamu ketika kamu bilang kamu mencintai aku? Kamu pikir kata-kata itu hanya buat permainan?” bentak Donny. Dia tiba-tiba muak berada di depan Hilda.
“A…aku…aku benar-benar mencintai kamu, it’s not a lie,” bantah Hilda. Donny merapikan kemejanya yang mencuat di sana-sini. Dia mengambil cincin kawinnya dan mengenakannya kembali di jari manis kanannya. Dia memungut jasnya dari lantai dan melangkah menuju pintu kamar hotel. Dia membuka pintu itu.
“Ya, kamu mencintai aku tetapi bukan cinta yang sama seperti yang aku rasakan,” ujar Donny mengulang kalimat yang diucapkan Hilda sebelumnya. Donny menutup pintu kamar itu dan meninggalkan Hilda yang tenggelam dalam kesendirian dan kesedihan.

-Selesai-

Cantik

Aku membaur alas bedak
Menutupi semua cela di wajahku
Membuatku sepucat putih
Tunggu, aku belum selesai

Aku menaburkan bedak di atasnya
Mengembalikan kilap alami
Mewarnai kepucatan yang baru saja ku buat sendiri
Belum, masih ada lagi

Aku usapkan perona pipi
Membohongi mata dengan semburat merah
Terlihat seperti sedang bahagia
Ah, masih belum

Aku oleskan pemerah bibir
Supaya tidak ada yang tahu betapa keruhnya
Akibat kopi yang mencandu
Hampir siap

Aku membubuhkan garis mata
Membantu mataku terlihat lebih besar
Membiarkan binarnya menghipnotismu
Lalu aku pergi

Aku berhenti menatap tubuhmu yang mendekatiku
Inikah yang kamu inginkan?
Aku yang seperti inikah?
Kalau ya, lebih baik kamu buang semua harapmu
Karena aku lelah dengan kemunafikan

Minggu, 08 Juli 2012

Wanita

Maaf ya, saya tiba-tiba galau...
---------------------------------------------------------------------------

Aku harus jadi wanita seperti apa?
Supaya layak bersanding dengan kamu
Tidak cukupkah rasaku ini padamu?
Perlukah aku memenangkan dunia ini untukmu?
Dunia seperti apa yang kamu inginkan?

Wanita Ketiga - Part 2

Cerita sebelumnya:
Wanita Ketiga - Part 1

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hilda dengan enggan membuka matanya. Sinar matahari yang sedari tadi masuk ke dalam kamar berhasil membuatnya terbangun. Dia membuka matanya sedikit, lalu menutupnya lagi. Sinar matahari itu terlalu menyilaukan untuk matanya. Lagipula dia belum ingin beranjak dari tempat tidurnya. Kepalanya pusing dan rasa kantuk masih menguasainya.
Hilda membalikkan badannya, mencari bagian kasur yang masih dingin. Dia pun berniat untuk kembali tidur.
“Hei, Putri Tidur!” Sebuah suara menyapanya, suara seorang lelaki. Rasa kantuk Hilda tiba-tiba menguap. Dia menyiagakan dirinya. “Sampai kapan kamu mau tidur seperti ini?” Suara itu terdengar begitu ramah dan romantis. Hilda bisa merasakan kasur itu bergerak saat lelaki itu duduk di sampingnya. Hilda menahan napas sebelum dia membuka matanya untuk melihat siapa lelaki itu.
“Donny?” ujarnya tak percaya. Matanya terbuka semakin lebar ketika melihat lelaki itu bertelanjang dada. Lelaki itu mengalihkan pandangannya dari Hilda, menyembunyikan kekecewaannya.
“Ya, ini aku. Siapa yang kamu harapkan?” tanggap lelaki itu, terdengar tersinggung. Hilda duduk dan mulai mengamati sekitarnya. Dia menyadari bahwa itu bukanlah kamarnya, dan yang dia tiduri bukanlah tempat tidurnya. Hilda menoleh untuk melihat sisi lain dari tempat tidur itu. Hatinya mencelos. Ada yang sudah tidur di sampingnya. Hilda membuka selimut putih yang sedari tadi menutupi tubuhnya, memastikan bahwa dia masih berpakaian lengkap.
Donny hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Hilda.
“Aku tidur di sebelah kamu semalam. But for God’s sake, aku tidak tertarik dengan wanita yang sedang mabuk, Hilda!” tegur Donny, memecahkan lamunan Hilda sekaligus meredakan kekhawatirannya.
“Apa yang terjadi semalam?” tanya Hilda polos. Berulang kali dia mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam, apa yang membuat kepalanya begitu pusing saat dia membuka matanya, apa yang membuatnya tidak pulang ke rumah semalam. Betapa keras dia berusaha, dia hanya menemukan ingatannya berupa potongan-potongan tanpa sambungan yang masuk akal.
“Harusnya aku yang tanya sama kamu apa yang terjadi kemarin sampai kamu membuat aku menemanimu sampai mabuk tanpa sepatah kata pun mengenai apa yang terjadi sama kamu!” bentak Donny. Dia sepertinya sudah merasa cukup menekan emosinya sejak semalam.
“Kemarin?” ulang Hilda. Dan memori itu pun kembali mengulang dalam ingatan Hilda.
Kemarin dia memergoki Edwin sedang bermesraan dengan wanita lain di apartemen kekasihnya itu. Dia hanya melayangkan tamparannya ke wajah Edwin dan wanita itu sebelum dia pergi dari apartemen Edwin. Lalu menghubungi Donny dan memintanya untuk menemaninya minum di bar.
Air mata mengalir membasahi pipi Hilda. Dia tidak sanggup lagi menahan luka di hatinya. Dia pun terisak-isak. Tangannya menutupi wajahnya yang basah dengan air mata.
“Edwin,” isak Hilda.
“Ada apa dengan Edwin?” tuntut Donny, nadanya tidak turun sedikitpun dari bentakan sebelumnya. Dari awal dia sudah tidak suka dengan kekasih Hilda itu. Dia yakin Edwin bukanlah lelaki yang baik untuk wanita seperti Hilda. Ingin sekali dia membuktikan pada Hilda bahwa dia bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari Edwin, tetapi kesempatan itu tidak pernah datang. Rasa sakit yang mengiris hati Donny ketika melihat Hilda terpuruk seperti ini membuat Donny semakin ingin menghabisi Edwin dalam satu pukulan.
“Kamu bisa ga sih berhenti membentak-bentak aku?” jerit Hilda mengagetkan Donny. Hilda menghela napas sebelum dia menjelaskan lebih lanjut. “Dia itu selingkuh! Aku memergoki dia tidur sama wanita lain!”
Donny merasa iba. Dia merengkuhkan lengannya ke tubuh Hilda yang kini bergetar hebat. Hilda terisak-isak dalam pelukan Donny, membasahi dada Donny dengan air matanya yang mengalir deras.
-------------------------------------------------------------------------------
Cerita selanjutnya:
Wanita Ketiga - Final

Puaskah Kamu?

Teruntuk kamu,

Ketika aku membuka mata pagi ini, tidak ada secuilpun harapan akan terbersit tentang kamu. Entah apa yang membuatku menarikan jemariku di atas keyboard  dan menulis tentang kamu. Kamu yang sudah pergi dari hari-hariku harusnya tidak hadir seperti ini lagi. Menyusup diam dalam relung hatiku dan membuka cerita lama.

Jantungku berdetak kencang, bahkan aku bisa mendengarnya dalam kesunyian pagi. Tetapi, terlalu kencang sehingga aku merasa sesak. Sesak karena hanya ini yang aku punya sekarang tentang kamu. Menorehkan luka dalam setiap denyutnya.

Pantaskah aku merasa seperti ini untuk seorang kamu? Rasanya tidak. Aku memang tidak ingin menghilangkan cerita tentang kita, terlalu manis untuk dibuang. Aku hanya ingin menyingkirkan perasaan menggilaimu dari ingatanku. Biarlah yang ada di antara kita tetap murni, tetap apa adanya, tetap seperti yang kamu mau.

Tidak mengertikah kamu kalau aku akan baik-baik saja dengan segala keputusanmu? Apapun itu akan menjadi lebih baik untukku daripada kamu memutuskan untuk melupakan aku. Aku tidak perlu kamu untuk membalas perasaanku. Biarkan begitu saja, rasa itu milikku, jangan kau renggut. Ah, andai aku bisa berkata seperti itu, mungkin kamu tidak muncul dalam pikiranku pagi ini.

Puaskah kamu sekarang hanya bisa memandangku dari jauh? Senangkah kamu dengan hanya membaca kisahku? Bahagiakah kamu dengan hanya melihat senyumku dalam setiap keabadian gambar?

Sungguh, kalau kamu ingin pergi dari hidupku, pergilah, seperti yang sudah kamu lakukan selama ini. Tetaplah kamu di sana dan jangan kembali lagi. Jangan sentuh sedikitpun duniaku dalam bentuk apapun juga.

Mungkin Kamu

Entah apa namanya yang pernah kita miliki bersama
Tetapi itu yang terindah yang pernah kumiliki
Kini kumengais memori itu
Untuk obat canduku pada kebahagiaan

Ya mungkin ini tentang kamu
Yang pernah menghabiskan detik kebahagiaan denganku
Ini mungkin tentang kamu yang dulu menempati ruang kosong di hatiku
Dan bahkan ini kamu yang ada di bayanganku
Masih tetap mengisi hariku dengan penggalan cerita kita

I miss you...
I miss our friendship
Damn...I miss you so bad...

Jumat, 06 Juli 2012

Wanita Ketiga - Part 1


One more glass, please!” Hilda berseru pada bartender. Dengan segera, bartender itu menambahkan segelas vodka pada gelas Hilda. Lelaki di sebelahnya panik. Belum pernah Hilda minum sebanyak ini. Apapun yang terjadi sore itu pastilah sangat berat buat Hilda sampai dia memutuskan untuk menghabiskan malamnya di salah satu bar di bilangan Jakarta. Suasana hingar bingar tidak mematahkan niatnya untuk terus menenggak berbagai jenis minuman keras.
“Whoa…whoa…whoa…kamu ga boleh minum lagi!” Lelaki itu merebut gelas yang hampir menyentuh bibir Hilda. Hilda menoleh, wajahnya merajuk.
“Kenapa?” tuntut Hilda. “Kenapa aku ga boleh minum lagi?” Hilda menaruh kedua tangannya di pundak lelaki itu. Dia mendekatkan wajahnya pada lelaki itu, membuat lelaki itu menyergitkan hidung karena dia bisa mencium aroma alkohol sangat kuat dari setiap helaan napas wanita itu.
Lelaki itu menyentuh wajah Hilda, membuat wanita itu memfokuskan matanya pada sepasang mata yang menatapnya iba.
“Karena ada aku,” tegas lelaki itu.

-----------------------------------------------------------------------------------------------
Cerita berikutnya:




Tantang Aku

Tantang aku untuk lebih berani mencintai
Jangan biarkan aku patah arang
Walaupun begitu banyak rintangan yang harus aku taklukkan

Tantang aku untuk membuka lebar mataku
Hingga tidak setitik pun lepas dari pandanganku
Biar semua bisa terekam dalam memori hidupku

Tantang aku untuk berani jujur
Membiarkan dunia menikmati aku yang sesungguhnya
Tanpa ekor tuntutan orang lain mengikutiku

Tantang aku untuk terus bertahan
Karena dunia ini keras
Begitu juga dengan mimpiku yang besar