Minggu, 08 Juli 2012

Wanita Ketiga - Part 2

Cerita sebelumnya:
Wanita Ketiga - Part 1

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hilda dengan enggan membuka matanya. Sinar matahari yang sedari tadi masuk ke dalam kamar berhasil membuatnya terbangun. Dia membuka matanya sedikit, lalu menutupnya lagi. Sinar matahari itu terlalu menyilaukan untuk matanya. Lagipula dia belum ingin beranjak dari tempat tidurnya. Kepalanya pusing dan rasa kantuk masih menguasainya.
Hilda membalikkan badannya, mencari bagian kasur yang masih dingin. Dia pun berniat untuk kembali tidur.
“Hei, Putri Tidur!” Sebuah suara menyapanya, suara seorang lelaki. Rasa kantuk Hilda tiba-tiba menguap. Dia menyiagakan dirinya. “Sampai kapan kamu mau tidur seperti ini?” Suara itu terdengar begitu ramah dan romantis. Hilda bisa merasakan kasur itu bergerak saat lelaki itu duduk di sampingnya. Hilda menahan napas sebelum dia membuka matanya untuk melihat siapa lelaki itu.
“Donny?” ujarnya tak percaya. Matanya terbuka semakin lebar ketika melihat lelaki itu bertelanjang dada. Lelaki itu mengalihkan pandangannya dari Hilda, menyembunyikan kekecewaannya.
“Ya, ini aku. Siapa yang kamu harapkan?” tanggap lelaki itu, terdengar tersinggung. Hilda duduk dan mulai mengamati sekitarnya. Dia menyadari bahwa itu bukanlah kamarnya, dan yang dia tiduri bukanlah tempat tidurnya. Hilda menoleh untuk melihat sisi lain dari tempat tidur itu. Hatinya mencelos. Ada yang sudah tidur di sampingnya. Hilda membuka selimut putih yang sedari tadi menutupi tubuhnya, memastikan bahwa dia masih berpakaian lengkap.
Donny hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Hilda.
“Aku tidur di sebelah kamu semalam. But for God’s sake, aku tidak tertarik dengan wanita yang sedang mabuk, Hilda!” tegur Donny, memecahkan lamunan Hilda sekaligus meredakan kekhawatirannya.
“Apa yang terjadi semalam?” tanya Hilda polos. Berulang kali dia mencoba untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi semalam, apa yang membuat kepalanya begitu pusing saat dia membuka matanya, apa yang membuatnya tidak pulang ke rumah semalam. Betapa keras dia berusaha, dia hanya menemukan ingatannya berupa potongan-potongan tanpa sambungan yang masuk akal.
“Harusnya aku yang tanya sama kamu apa yang terjadi kemarin sampai kamu membuat aku menemanimu sampai mabuk tanpa sepatah kata pun mengenai apa yang terjadi sama kamu!” bentak Donny. Dia sepertinya sudah merasa cukup menekan emosinya sejak semalam.
“Kemarin?” ulang Hilda. Dan memori itu pun kembali mengulang dalam ingatan Hilda.
Kemarin dia memergoki Edwin sedang bermesraan dengan wanita lain di apartemen kekasihnya itu. Dia hanya melayangkan tamparannya ke wajah Edwin dan wanita itu sebelum dia pergi dari apartemen Edwin. Lalu menghubungi Donny dan memintanya untuk menemaninya minum di bar.
Air mata mengalir membasahi pipi Hilda. Dia tidak sanggup lagi menahan luka di hatinya. Dia pun terisak-isak. Tangannya menutupi wajahnya yang basah dengan air mata.
“Edwin,” isak Hilda.
“Ada apa dengan Edwin?” tuntut Donny, nadanya tidak turun sedikitpun dari bentakan sebelumnya. Dari awal dia sudah tidak suka dengan kekasih Hilda itu. Dia yakin Edwin bukanlah lelaki yang baik untuk wanita seperti Hilda. Ingin sekali dia membuktikan pada Hilda bahwa dia bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari Edwin, tetapi kesempatan itu tidak pernah datang. Rasa sakit yang mengiris hati Donny ketika melihat Hilda terpuruk seperti ini membuat Donny semakin ingin menghabisi Edwin dalam satu pukulan.
“Kamu bisa ga sih berhenti membentak-bentak aku?” jerit Hilda mengagetkan Donny. Hilda menghela napas sebelum dia menjelaskan lebih lanjut. “Dia itu selingkuh! Aku memergoki dia tidur sama wanita lain!”
Donny merasa iba. Dia merengkuhkan lengannya ke tubuh Hilda yang kini bergetar hebat. Hilda terisak-isak dalam pelukan Donny, membasahi dada Donny dengan air matanya yang mengalir deras.
-------------------------------------------------------------------------------
Cerita selanjutnya:
Wanita Ketiga - Final

0 comments: